arsip blog

Jumat, 02 April 2010

wawancara exsklusif kh.afandi pare

Mengenal Santri Lirboyo
Generasi Awal

Gaung seabad pondok pesantren Lirboyo semakin menggema.

Maklum saja, sejak di bangun tahun 1910 M silam oleh seorang Mbah Manab, santri asal Magelang yang kemudian menjadi ulama besar, sekarang Lirboyo sudah berusia sembilan puluh delapan tahun. Selama itu pula, pesantren yang masih tetap menjaga kesalafan itu, telah mampu mencetak ribuan santri yang sekarang berkiprah membenahi umat. Tersebar mulai dari negeri Aceh sampai tanah Papua.

Dari sekian ribu santri Lirboyo yang telah aktif di masyarakat, KH. Affandi Mursyad, Plongko Pare, patut diperbincangkan. Mengapa? Temukan jawabannya dari wawancara singkat Yusuf Fatawie dan M. Al Faris dari Misykat (06/11/08) di kediaman beliau:

Misykat (Misy) : Sebagai santri senior, bisa diceritakan pengalaman Kiai waktu di Lirboyo?

KH. Affandi (KH A) : Yoo… ne’ masalah pengalaman cerita Lirboyo jaman dulu, saya yakin kamu sudah tahu dari cerita para alumni atau buku ”Tiga Tokoh Lirboyo.”

MISY : Mungkin Yai bisa menambahkan sisi lain Lirboyo waktu itu?

KH A : Saya masuk Lirboyo tahun 1949, alhamdulilllah, gusti Allah memperkenankan saya ketemu sama Mbah Manab, kira-kira empat tahunan saya ngaji sama beliau.

MISY : Memangnya sekarang umur Yai sudah berapa?

KH A : Umur saya sekarang kurang luwih sembilan puluh kurang satu tahun. Saya kelahiran Nganjuk 1919 M. Saat berusia sekitar 30 tahun, saya berangkat ke Lirboyo. Waktu itu, pondok Mbah Manab sudah dihuni sekitar tiga ratusan santri. Selama di Lirboyo, alhamdulillah saya dekat dengan para masyayikh, bahkan sayalah yang selalu membelikan singkong untuk keperluan ndalem. Waktu itu saya masih ingat, jalan ke Bandar itu masih dipenuhi batu-batu tajam, gole’ dalan apik niku kangelan (cari jalan yang baik itu sulit), kudu hati-hati. Bahkan saya sendiri bingung, Ibu Nyai pernah bilang kalau yang beli singkong saya, mudah untuk dimasak dan enak rasanya.

MISY : Em...berarti njenengan dekat sekali dengan keluarga Mbah Manab?

KH A : Kurang lebih begitu, bahkan Lirboyo saya anggap seperti rumah saya sendiri, mungkin karena saking lamanya di sana.

MISY : Kalau kenangan sosok Mbah Manab, pripun?

KH A : Beliau adalah teladan yang sangat perlu kita tiru. Di kediaman beliau yang terletak sebelah timur masjid lama itu, saya masih ingat, beliau kalau ngendika selalu memakai bahasa kromo alus. Kepada siapa saja, bahkan pada cucu-cucunya yang masih kecil sekalipun. Itu menunjukkan ketawaddu’an beliau. Saking tawaddu’nya, sampai-sampai dulu ada seseorang yang merasa prihatin dengan kediaman beliau, ia minta izin hendak merenovasi ndalem beliau, namun beliau tidak berkenan.

MISY : Kalau boleh tahu umur berapa Yai menikah?

KH A : Aslinya dulu, kulo mboten kepikiran menikah, yang ada hanya kepingin terus mengaji di Lirboyo, hati saya selalu mu’allaqun dengan Lirboyo. Tapi ya wong namaya juga takdir, akhirnya tahun 1959 saya dinikahkan, kira-kira waktu umur 40an. Tapi kulo panggah di Lirboyo, karena istri sayapun mendukung dan dianya juga pergi mondok lagi.

MISY : Sekarang aktifitas Yai apa saja?

KH A : Alhamdulillah, walau usia saya sudah banyak yang bilang udzur, tapi kegiatan saya tidak jauh beda dengan mereka yang masih muda. Kalau malam hari saya masih aktif mengikuti kegiatan-kegiatan diluar, bahkan masih sering saya pulang dini hari, mulai dari acara rapat sampai istighotsah. Dan kalau bepergian saya selalu nyetir sendiri, baik roda dua ataupun roda empat. Di tambah lagi disini ada santri yang butuh diperhatikan.

MISY : Ngomong-ngomong rahasianya apa Yai?

KH A : Rahasianya, yo..usia kan sudah ditentukan oleh Allah, ya mungkin saja jatah saya lebih. Tapi memang dulu saya pernah dengar fatwa dari orang ’alim. Tahun 1955 saya dengan lima orang teman sowan sama K. Dalhar Watu Congol, beliau dawuh: ”gus, pengen dowo umure ora?” (ingin panjang umur tidak-Misy) langsung saya jawab ya . ”Siji, ojo ndlojorne sikil ngulon. Lan loro ojo ndlojorne sikil ngalor” (jangan merentangkan kaki ke arah barat dan utara-Misy), kata beliau itu semua tidak baik. Terus terang, biar bagaimanapun itu adalah kata-katanya orang alim, yo... saya jalankan. Alhamdulillah sampai sekarang saya tidak pernah sakit, bahkan tulang saya masih kuat untuk menyapu masjid sebesar itu sendirian. (sambil menunjuk masjid besar depan rumahnya-Misy)

MISY : Mungkin Yai punya pesan buat santri-santri?

KH A : Ya, saya merasa perlu menegaskan pada para santri. Kenapa? Akhir-akhir ini dunia pesantren kurang diminati, alasannya prospek ke depan itu kurang cerah, bahkan mungkin buram. Perlu kalian ketahui anggapan itu salah besar, kuatkan keyakinan kalian, bahwa orang yang mau menjaga panji-panji ilahi akan selalu dipenuhi kebutuhannya oleh Allah Swt. Terus jangan lupa sholat berjamaah, sholat dhuha, kalau perlu shalat malam, karena dibalik jamaah ada sesuatu yang akan kalian petik dikemudian hari. (lp,seph)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar